Sabtu, 30 Januari 2016

PRINSIP KUNCI PENELITIAN PARTISIPATORIS (PRA)

PRA singkatan dari Participatory Rural Appraisal atau penelitian yang partisipatoris berbasis masyarakat kampung; suatu metode penggalian dan pendokumentasian informasi yang dilakukan oleh masyarakat untuk merancang tindakan pemecahan masalah. PRA merupakan salah satu varian dalam riset aksi (action research) untuk perubahan (transformasi) sosial. Sebagai suatu alternatif dari model yang lama (konvensional), PRA mengutamakan peran masyarakat sebagai subjek penggalian dan pendokumentasian informasi lapang. Para ahli atau peneliti akademis diposisikan senbagai orang luar, yang harus mengintegrasikan pengalamannya ke dalam komunitas. Peran utama peneliti akademis ini adalah enumerator sekaligus fasilitator yang memiliki visi dan tujuan yang sama dengan komunitas, yaitu melakukan transfromasi sosial. Dengan begitu sebuah hasil penelitian akan menguntungkan (memihak) komunitas, yang berarti pula memecahkan persoalan nyata masyarakat. Di sisi lain, pihak luar mendapat pengetahuan baru dari masyarakat, dan berkontribusi dalam pemecahan persoalan kemasyarakatan.

Senin, 25 Januari 2016

ARKEOLOGI KOMUNITAS

Pengelolaan Informasi dan Pengembangan Penelitian Arkeologi di Indonesia  
Sebuah Pendekatan untuk Wilayah Penelitian di Maluku[1]
Oleh Wuri Handoko[2]
(Balai Arkeologi Ambon)
Abstrak
Penelitian sejarah dan budaya termasuk dalam hal ini penelitian arkeologi di Maluku paska konflik, nampaknya menjadi persoalan yang cukup sensitiv. Berdasarkan pengalaman dalam sebuah kegiatan penelitian, terdapat masyarakat dalam salah satu wilayah penelitian mengungkapkan ketidaksetujuannya bahkan ’menolak’ hasil penulisan sejarah di Maluku. Tentu hal ini tak ingin dialami dalam penelitian arkeologi. Penulisan sejarah dan budaya masyarakat di wilayah Maluku beberapa diantaranya dianggap mendahului pengetahuan masyarakat atau bahkan berbeda (bertolak belakang) sama sekali dengan apa yang diketahui oleh masyarakat. Karenanya, untuk menghindari hal itu, dalam penelitian arkeologi ke depan, khususnya di Maluku, perlu mengembangkan sebuah pendekatan baru dalam penelitian arekologi yang lebih berpihak ke masyarakat (komunitas). Pendekatan ini dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara peneliti arkeologi dan hasil penelitiannnya dengan masyarakat dan pengetahuan historis dan kulturnya.

Minggu, 24 Januari 2016

JEPANG DI BULUKUMBA

Keterbukaan masyarakat Bulukumba terhadap bangsa asing demikian kuat. Ketika Jepang datang tahun 1942, mereka disambut sebagai seorang saudara tua yang membebaskan rakyat dari kekuasaan Belanda. Selain itu, berdasarkan temuan tradisi lisan mengenai Jepang di Bulukumba, kami menemukan bahwa pada zaman Jepang, tradisi yang dahulu sempat dilarang oleh Belanda kembali diperbolehkan. Peranan lembaga adat menjadi sangat kuat karena penguasa Jepang tidak pernah mencampuri urusan dan pelaksanaan acara adat. Jepang hanya mencampuri urusan peradilan hukum bagi masyarakat yang membangkang terhadap pemerintah Jepang. Pada masa itu, para bangsawan lokal merupakan mitra penguasa jepang untuk menarik simpati para pemuda agar masuk menjadi Seinendan atau Heiho. Para pemuda juga digunakan untuk mempengaruhi masyarakat agar menanam tanaman yang dibutuhkan oleh Jepang, semisal kapas dan biji-bijian. Kampung kapas yang terletak di daerah Gantarang merupakan toponim penting yang dapat dijadikan bukti adanya kampung, tempat penanaman kapas di daerah tersebut.