Senin, 15 April 2019

Prodi Arkeologi FIB Unhas Pelopor AUN - QA

M. Nawir
Sulisa Matra Bangsa
Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin merupakan satu di antara empat Prodi https://unhas.ac.id/article/title/asesor-aun-qa-dari-empat-negara-visitasi-empat-prodi-di-unhas) yang dijajaki (assesment) secara kualitatif oleh Tim ASEAN University Network (AUN-QA) pada tanggal 10 - 12 April 2019. Asesmen QA (Quality Assurence) bertujuan untuk memastikan  input, proses dan outcome dari program studi telah sesuai dengan standar yang seharusnya terdapat pada suatu perguruan tinggi bertaraf nasional dan internasional.
Proses penjajakan mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan spesifikasi jurusan, SDM, kinerja kelembagaan, sistim pembelajaran, fasilitas pendukung, mutu luaran dan jejaring para pihak (alumnus/stake-holder). Hasil penilaian akan menjadi bahan rekomendasi bagi pimpinan universitas untuk ditindaklanjuti hingga semua aspek memenuhi standar akreditasi atau pengakuan di level internasional (ASEAN).
Jurusan Arkeologi yang telah terakreditasi A (Sangat Baik) mendapatkan kesempatan pertama untuk menjadi Prodi berstandar internasional di FIB Unhas. Dalam hal ini Prodi Arkeologi menjadi pelopor, pembuka jalan bagi jurusan yang lain untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan pembelajarannya di masa datang.
Suatu kebanggaan bagi kami, alumni FIB Unhas sebagai salah seorang partisipan dalam diskusi terfokus (FGD) yang difasilitasi oleh asesor Prof. Wan Ahmad Kamil Mahmood (Malaysia) dan Dr. Amelia P. Guevara (Filipina). Penulis bersyukur dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas keluaran prodi Arkeologi. Sejak tahun 2000-an, penulis aktif bersama alumni jurusan Arkeologi FIB Unhas dalam berbagai organisasi sosial, organisasi lingkungan hidup, jurnalistik, penelitian, dan pendidikan.
Hingga kini, penulis sebagai direktur Sulisa Matra Bangsa, yaitu Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu Sosial dan Humaniora, memiliki 6 orang alumni jurusan Arkeologi FIB Unhas, masing-masing 2 pendiri, 1 orang pengurus, dan 3 peneliti ahli cagar budaya. Selain itu, dalam kurun waktu dua tahun (2016-2018), Sulisa Mitra Bangsa telah bekerjasama dengan staf pengajar dan alumni jurusan Arkeologi FIB Unhas melakukan penelitian dan penulisan Naskah Akademik, dan perencanaan strategis dalam rangka pemajuan kebudayaan. Dari pengalaman ini, penulis berkesimpulan bahwa Prodi Arkeologi memang layak menjadi pelopor akreditasi internasional bidang kebudayaan.     
Adapun ringkasan pendapat penulis dalam FGD yang berlangsung tanggal 11 April 2019 di ruang Senat FIB Unhas sebagai berikut:
1)      Personal skill dan performance (etos kerja0:
      Alumni Arkeologi memiliki kemampuan “good researcher” dengan metode community mapping, dan juga memiliki kemampuan capacity buildings;
    Alumni Arkeologi memiliki “good personal integrity”, “strong commitment”, dan berorientasi pada plan-do-action oriented.
2)     Penilaian terhadap kinerja (attitude, skill, intelegent), alumni Arkeologi memiliki etos kerja yang menggerakkan keahlian dan pengetahuan, serta berkemampuan mengelola sumber daya organisasi (social capital). 
3)  Perbandingan dengan alumni lain, dalam hal ini alumni Arkeologi cukup teruji dalam "team working", "community base", terutama mereka yang bekerja dalam bidang pengembangan masyarakat (community developmen).
4)   Kompetensii terkuat alumni yang dapat dikembangkan terletak pada penguasaan metode Action Research, dan pemetaan situs (field exploration).
5)    Keterlibatan dalam penyusunan prodi Arkeologi, dalam ini penulis cukup intensif berkomunikasi dan bertukar pikiran mengenai metode pengembangan studi "Community Base Archaelogy", dan kapasitas Participatory Research, misalnya bagaimana menguatkan kapasitas pengelolaan maupun penelitian situs berbasis warga (community archeology).
6)  Saran penulis untuk prodi adalah perlunya pengembangan kemampuan enterpreneurship yang menunjang kemandirian alumni, dan Collaborative Learning, misalnya Antropologi dan Arsitektur.

Selamat dan Sukses Arkeologi Unhas.

Minggu, 17 Juni 2018

Temuan Terbaru Arkeolog BALAR

Salam Arkeologi Komunitas.
Sekira sebulan lalu, tepatnya tanggal 3 Mei 2018 (link berita), mahasiswa, arkeolog, dan peneliti benda purbakala mengukir sejarah penemuan artefak rangka manusia purba di kabupaten Maros. Saya mendapatkan infromasi itu pas sedang berada di kota Tual Maluku Tenggara melalui Whatsapp, akhir Mei lalu. Barulah sempat mengulasnya setelah lebaran Juni lalu  Tentunya, kita boleh ikutan berbangga atas prestasi dan dedikasi para penemunya. Sebagai bahan dokumentasi-informasi, berikut catatan dari obrolan penulis di kantin Mace FIB Unhas dengan salah seorang peneliti, srekolog sekaligus dosen jurusan Arkeologi FIB Unhas perihal proses penemuannya.
Sumber:https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Nur16 
Bermula dari kegiatan tugas kuliah lapang (ekskavasi) mahasiswa jurusan Arkeologi FIB Unhas, di kawasan situs Leang-leang Maros, Tim Balai Arkeologi (Balar) Sulawei Selatan dipimpin Budianto Hakim, peneliti senior (lihat profil), menemukan artefak berupa rangka manusia purba yang diperkirakan berusia lebih dari 3.000 tahun. Berdasarkan struktur tulangannya, dapat diidentifikasi bahwa artefak manusia purba tersebut berjenis kelamin perempuan: "Kami menamakan artefak itu dengan sebutan Becce", begitu penuturan DR. Muhammad Nur (info terkait), ahli arkeologi metrik dan staf pengajar jurusan Arkeologi FIB Unhas. Nama panggilan Becce, umumnya dipakai untuk menyebut "anak perempuan" bagi masyarakat tradisional Bugis-Makassar.
Lebih jauh dengan pak Nur, begitu mahasiswa menyebut nama beliau, menuturkan respon masyarakat terhadap benda-benda prubakala, khususnya terhadap artefak manusia purba. Menurutnya, masyarakat memiliki kearifan lokal dalam mengapresiasi benda purbakala. Cara atau bentuk apresiasi mereka adalah memistifikasi (kataknlah begitu). Maksudnya, masyarakat sekitar situs memahami tinggalan prubakala sebagai sesuatu yang keramat. Dalam pengertian, mereka tidak sembarangan memperlakukan benda tersebut, apalagi hendak merusaknya. Sikap seperti ini harus dipahami sebagai cara masyarakat atau komunitas melestarikan situs. Misalnya, ketika artefak kerangka manusia purba itu ditemukan, masyarakat bereaksi seolah tidak percaya jika ternyata mahasiswa berani bermalam di lokasi temuan. Lebih-lebih lagi ketika artefak tersebut diangkat dan dipindahkan dari tempatnya. Mereka bilang, dalam bahasa Bugis, yang dalam ungkapan sehari-hari: "sunguh berani mahasiswa, betul-betul dipindahkan rangka perempuan  itu", ujar pak Nur, serius.
Sumber: https://news.detik.com/berita/4046752/lokasi-kerangka-manusia-purba-di-sulsel-mulai-didatangi-peziarah
Proses penemuannya relatif singkat, hanya dalam hitungan bulan, dengan biaya yang juga relatif murah, dibandingkan dengan penggalian situs manusia purba dilakukan Tim Ahli di kawasan Situs Tonasa Pangkep. Lebih jauh Doktor M. Nur menjelaskan bagaimana suka duka menggali, merawat dan menguji artefak temuan tersebut. Dibutuhkan mental ketekunan, ketelitian, dan kesabaran yang lebih dari biasanya tatkala sebuah artefak ditemukan. Menemukannya, bolehlah dikatakan tidak sulit, tetapi merekonstruksi serpihan maupun patahan artefak menjadi satu bentuk yang utuh bukanlah pekerjaan ringan.
Sumber: https://www.facebook.com/notes/kf-bumi-alam-semesta/cara-mengukur-usia-artefak-dan-fosil-dalam-ilmu-arkeologi/255133087885336/
Selain memerlukan keahlian (teknik) penggalian dan penetapan posisi artefak, juga dibutuhkan peralatan yang terbilang mahal. Misalnya, kuas khusus dan bahan kimia tertentu  yang digunakan untuk menguatkan serpihan-serpihan artefak yang rapuh/lapuk agar tidak hancur sewaktu dipindahkan satu persatu. Tantangan selanjutnya adalah penggunaan bahan kimia sejenis radiokarbon (lih. https://en.wikipedia.org/wiki/Radiocarbon_dating) untuk mengestimasi usia temuan (dating) dilaboratorium. Persoalannya, selain biayanya mahal bagi arkeolog dan mahasiswa arkeologi, seringkali presisi hasil uji laboratorium di Universitas Hasanuddin dinilai rendah. Sehingga, uji lab temuan harus dibandingkan dengan hasil pengujian laboratorium arelologi di Jerman, yang saat ini dinilai memeiliki akurasi dan tingkat presisi yang tinggi. Jadi sudah bisa ditaksir besarnya tenaga dan biaya yang dibutuhkan dalam usaha mengukir sebuah catatan sejarah-arkeologi di dunia. 
Bagaimana pemberitaan mengenai penemuan tersebut, berikut ini beberapa gambar dan sumber beri yang terkait.

https://news.detik.com/berita/4045079/peradaban-manusia-4000-tahun-lalu-di-gua-jarie-sudah-tanam-padi
Sumber: https://newsplus.antvklik.com/news/penemuan-kerangka-manusia-purba-4000-tahun-di-maros
Sumber: http://makassar.tribunnews.com/2018/06/01/arkeolog-temukan-kerangka-manusia-yang-berumur-4000-tahun-di-maros

Jumat, 15 Desember 2017

Literasi Warisan Budaya

Bahan Tayang Workshop Penulisan Kreatif APEX 2017
M. Nawir
Sulisa Matra Bangsa

polena polele winru tenreq kutuju mata padanna sulisa



Literasi (literacy)

Keaksaraan (“melek huruf”)

Kemampuan baca – tulis

Literatus (orang yang belajar)

"Literasi adalah kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara menghitung dan 

memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan

masyarakat." (NIFL)


Literasi kaum muda

Kaum Muda adalah “Ahli Waris” kekayaan kebudayaan suatu daerah atau bangsa. Pewarisan 

(transformasi) nilai-nilai budaya berlangsung sejak dini dalam kesadaran dan ketaksadarannya. 

Proses generasi muda mempelajari atau mewarisi kebudayaan dan kehidupan sehari-hari hingga \

memperoleh kesadaran atau pengetahuan:

üMengingat

üMendengarkan

üMembaca

üMenyaksikan

üMengungkapkan (lisan, tulisan, audio visual)

üMelakukan (perubahan perilaku)

Mengingat adalah tindakan pada masa kini tentang masa lalu, dan bukan tindakan masa lalu. Batas 

halus antara masa kini dan masa lalu itu lah yang membentuk ingatan ‘memoria’  (Daniel Dakhidae).

Mendengarkan adalah tindakan pada masa kini tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Beda tipis antara kegiatan  mendengar dan mendengarkan, terjadi ketika seseorang memperhatikan  \

secara sungguh sungguh apa yang dikatakan orang lain  (menyimak).

Proses menyimak membutuhkan sikap rendah hati dan disiplin mendengarkan.
\

Warisan budaya

Cultural heritage  is the legacy of physical artefacts and intangible 

attributes of a group or society that are inherited from past generations,

maintained in the present and bestowed for the benefit of future 

generations (http://www.unesco.org)

Cultural heritage

1) Tangible cultural heritage: movable cultural heritage (paintings, sculptures, coins, 

manuscripts) immovable cultural heritage (monuments, archaeological sites) underwater cultural 

heritage (shipwrecks, underwater ruins and cities)

2) Intangible cultural heritage: oral traditions, performing arts, rituals\


Warisan Budaya adalah benda  (tangible)  dan atribut tak benda  (intangible)  yang merupakan jati

diri masyarakat atau bangsa yang diwariskan oleh generasi masa lalu, dan dilestarikan kepada

generasi masa kini dan yang akan datang.


Warisan budaya berupa benda (tangible dapat diindera dan diukur (artefak, peralatan, bangunan

maupun berupa lokasi atau kawasan).

Warisan budaya tak benda (intangiblehanya dapat diapresiasi dengan akal-budi dan rasa-merasa

(pengetahuan tradisional,  desain industri, tradisi lisan, komposisi bunyi, gerak, motif).


Potensi warisan budaya

1.Warisan sejarah dan arkeologi

2.Warisan ritual, seni dan sastra

3.Warisan kelembagaan adat

4.Warisan pengetahuan lokal

5.Warisan industri rakyat

6.Warisan arsitektural


Perlindungan benda cagar budaya

(UU No. 11/2010)

1.Aspek Ekonomis, cagar budaya harus mampu meningkatkan harkat kehidupan rakyat banyak;

2.Aspek Sosial, pelestarian cagar budaya adalah “kewajiban” semua orang;

3.Aspek Budaya, pelestarian cagar budaya harus membuka peluang upaya pengembangan dan 

pemanfaatannya oleh masyarakat;

4.Aspek Politis, kewajiban pemerintah“meringankan beban” pelestarian yang ditanggung masyarakat.


Pentingnya perlindungan WARISAN BENDA cagar budaya

1) Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak

terbarui.

2) Jumlahnya cenderung berkurang sebagai akibat dari pemanfaatan yang tidak memperhatikan upaya

pelindungannya.

3) Maraknya perdagangan benda cagar budaya koleksi pribadi. 


WARISAN BUDAYA TAK BENDA

1.Ritual (upacara adat/agama)

2.Seni (tari, musik, drama)

3.Sastra (folklore, paseng, toloq)

4.Pengetahuan lokal (pengobatan, pertanian, pelayaran, perdagangan, desain arsitektur, teknologi

pembuatan perahu, dll)


vHak atas Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights UU Hak Cipta No. 28/2014 mengatur

secara khusus Ekspresi Budaya Tradisional yang Tidak Diketahui Penciptanya, Ciptaan yang 

Dilindungi. Dan Karya yang Tidak Dilindungi Hak Cipta.


WARISAN BUDAYA TAK BENDA

Hak Cipta atas  hasil  kebudayaan  rakyat  atau atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya

dipegang oleh Negara, yaitu peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.

Negara memegang Hak Cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama

seperti cerita, hikayat, dongeng, legendababad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tariankaligrafi,

dan karya seni lainnya


Permasalahan

Internal:

1) Keterbatasan keahlian

2) Keterbatasan sarana dan prasarana

3) Keterbatasan data primer dan sekunder

Eksternal:

1) Belum terjalin sinergi antar-instansi terkait dalam perencanaan, pengembangan dan pemanfaatan

 warisan budaya

2) Kesadaran dan partisipas masyarakat yang rendah, wabil-khusus generasi muda


Seven Kinds of Smart (Thomas Armstrong)

1.   Verbal/linguistis: kemampuan memanipulasi kata secara lisan atau tertulis.

2.   Matematis/logis: kemampuan memanipulasi sistem nomor dan konsep logis.

3.   Spasial: kemampuan melihat dan memanipulasi pola-pola desain.

4.   Musikal: kemampuan mengerti dan memanipulasi konsep musik, seperti nada, irama, dan

keselarasan.

5.   Kinestetis-tubuh: kemampuan memanfaatkan tubuh dan gerakan, seperti dalam olah raga atau  

tari.

6.   Intrapersonal: kemampuan memahami perasaan diri sendiri, gemar merenung serta berfilsafat.

7.   Interpersonal: kemampuan memahami orang lain, pikiran, serta perasaan mereka

 (http://berandasastra.blogspot.co.id/2008/10/teknik penulisan-kreatif.html) 


Proses KREATIF

“1% inspirasi , 99% keringat“ (Thomas Alfa Edison)


Creative Writing

is anything where the purpose is to express thoughts, feelings and emotions rather than to simply 

convey information” 

is any form of writing which is written with the creativity of mind: fiction writing, poetry writing,

creative nonfiction writing and more. The purpose is to express something, whether it be feelings,  

thoughts, or emotions.


Persiapan (Prewriting): menyiapkan ide dan  perangkat yang mendukung penulisan

Tesis (Thesis): menentukan ide atau tema utama  yang akan ditulis

Garis Besar (Outline): membuat garis-garis besar pikiran yang terhubung dengan tema utama

Rancangan (Drafting):mengubah ‘garis-garis  besar pikiran’ menjadi kalimat dan paragraf

Revisi (Revision): membaca ulang rancangan tulisan hingga yakin sudah logis, menarik, dan 

sesuai pesan yang hendak disampaikan


ragam tulisan

FEATURE

Jenis tulisan  kreatif  yang bertujuan  menginformasikasuatu peristiwa, atau kehidupan seseorang

yang dikemas dengan kalimat lugas yang menarik.

Essai

Karangan bebas atau tidak terikat struktur: 

Tema Faktual,  

Subjektif, sudut  pandang penulis, 

Menggugah (gaya bahasa sastra)

Ciri: 

Kreatif dalam menciptakan ide, 

Informatif dalam penulisan isi, 

Menghibur dalam gaya penulisan bahasa,

Subjektif dalam penyampaian kata

jenis:

Human Interest

Menyentuh sisi kemanusiaan pembaca; 

Menggugah empati (pesse)pembaca (haru, bangga, bersimpati). Misalnya, menulis  tentang

kehidupan sehari-hari seorang penjaga situs cagar  budaya di pelosok desa, atau tentang  

pengrusakan benda cagar budaya di  kawasan wisata. 

Featuress Sejarah

Menceritakan peristiwa masa lalu yang masih menarik dan relevan meski diberitakan di masa 

kini.. Misalnya, menulis tentang sisi lain  sejarah masuknya Islam di desa anda.

Features Biografi

Berfokus pada riwayat hidup tokoh dari sisi kebiasaan sehari-hari dalam keluargadan pergaulannya.

Bisa juga menulis tentang sistim pewarisan nilai-nilai budaya dari tokoh adat kepada generasi

muda.

Features Perjalanan

Biasa disebut ‘caper’ atau catatan perjalanan maupun catatan hasil kunjungan

Umumnya bersifat kronologis (tempat dan waktu), momen 

penting, kesan, dilengkapi  dengan detail objek yang dikunjungi. 

Features ‘Ilmiah’

Berisi pembahasan seputar ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya, hasil penemuan di bidang

ipteks, kesehatan.

Temuan baru dari situs-situs purbakala  dapat ditulis secara ilmiah dengan gaya  features atau pun

esai.  


Anatomi feature


JUDUL

Judul tidak selalu mewakili seluruh topik tulisan.

Judul tulisan feature atau esai tidak selalu mewakili seluruh topik dalam tulisan.

Judul yang baik dibuat secara menarik, bahkan terkesan sensasi.


PARAGRAF PEMBUKA

Paragraf terdiri dari beberapa kalimat, yang berisi satu gagasn/ide atau pendapat.

Pada setiap kalimat terdapat pendapat dan informasi yang logis atau saling menjelaskan, 

sehingga gagasan dalam paragraf tetap utuh.

Buatlah paragraf dengan bahasa yang sangat menarik perhatian pembaca.

Gunakan bahasa yang bisa menggugah emosi pembaca, membuat pembaca penasaran 

dan bertanya-tanya.


BADAN/ISI TULISAN

• Badan tulisan laiknya badan kita, yang menopang seluruh tema tulisan.

Jika sudah masuk ke inti tulisan, kita harus menuliskan alur yang sistemastis, jangan berbelit-

belit! Usahakan tulisan kita bukan hanya berisi informasi belaka, tapi juga diselingi deskripsi

suasana, karakter sosok yang kita sampaikan atau hal-hal ringan lainnya.


PENUTUP

Penutup adalah paragraf yang memberi kesan  terakhir maupun kesimpulan dari apa yang kita tulis.

Sebagus apapun judul atau tulisan kita, jika kita tidak bisa menutup tulisan kita dengan semenarik

mungkin, maka akan terasa hambar di belakangnya.