Minggu, 24 Januari 2016

JEPANG DI BULUKUMBA

Keterbukaan masyarakat Bulukumba terhadap bangsa asing demikian kuat. Ketika Jepang datang tahun 1942, mereka disambut sebagai seorang saudara tua yang membebaskan rakyat dari kekuasaan Belanda. Selain itu, berdasarkan temuan tradisi lisan mengenai Jepang di Bulukumba, kami menemukan bahwa pada zaman Jepang, tradisi yang dahulu sempat dilarang oleh Belanda kembali diperbolehkan. Peranan lembaga adat menjadi sangat kuat karena penguasa Jepang tidak pernah mencampuri urusan dan pelaksanaan acara adat. Jepang hanya mencampuri urusan peradilan hukum bagi masyarakat yang membangkang terhadap pemerintah Jepang. Pada masa itu, para bangsawan lokal merupakan mitra penguasa jepang untuk menarik simpati para pemuda agar masuk menjadi Seinendan atau Heiho. Para pemuda juga digunakan untuk mempengaruhi masyarakat agar menanam tanaman yang dibutuhkan oleh Jepang, semisal kapas dan biji-bijian. Kampung kapas yang terletak di daerah Gantarang merupakan toponim penting yang dapat dijadikan bukti adanya kampung, tempat penanaman kapas di daerah tersebut.
Bulukumba dahulu juga telah memiliki lapangan pesawat terbang di daerah Jalanjang atau Kota Baru. Saat ini sisa-sisa bekas landasan pacu pesawat tersebut sudah tidak ditemukan lagi, yang ada hanya hamparan sawah.
Penguasa Jepang jarang menggunakan tenaga penduduk untuk kerja paksa. Para romusha pada umunya menggunakan tenaga dari Jawa dan daerah-daerah di luar Bulukumba. Ada seorang penduduk Gantarang yang pernah dibawa ke Jepang ketika Jepang pulang ke negerinya karena kalah perang, namun ternyata ia hanya bertahan selama dua tahun saja di Jepang. Pada suatu kesempatan, ia pulang ke Indonesia dengan menumpang kapal laut yang kemudian membawanya ke daerah Surabaya. Setelah empat puluh tahun baru ia kembali ke Bulukumba.
Disebutkan pula, bahwa Jepang sangat disiplin. Anak-anak diwajibkan untuk sekolah yang dahulunya pada zaman Belanda, sekolah hanya diperuntukkan bagi masyarakat keturunan bangsawan. Sekolah tersebut diajar oleh orang Indonesia sendiri, yang telah mendapat kursus di Makassar. Setiap pagi anak-anak diharuskan mengikuti senam pagi yang disebut taiso dan baris-berbaris.
Ketika Sekutu yang dimotori oleh Australia dan Amerika mulai mencium jejak Jepang hampir setiap hari dijatuhkan bom di Bulukumba. Untuk mengetahui adanya serangan bom sekutu, di markas tentara Jepang yang lokasinya di sekitar kantor Bupati sekarang, sirine Jepang selalu dibunyikan. Bunyi sirine tersebut merupakan tanda bahwa akan ada serangan bom yang  juga berarti masyarakat bersiap-siap untuk masuk ke dalam lubang-lubang perlindungan di pinggir sungai Bialo
Pada masa pendudukannya di Bulukumba, Jepang juga mengharuskan penduduk menanam kapas untuk dipintal sebagai bahan pembuat kain. Caranya, kapas yang telah tua dipintal menjadi benang agar dapat ditenun. Bahan kain ini sangat kasar dan banyak mengandung kutu, namun karena kain sangat jarang ditemukan pada masa itu  dan bahkan banyak masyarakat yang menggunakan karung sebagai pengganti pakaian, kain kapas yang kasar tersebut terpaksa dipakai.

Narasumber: Irfan Mahmud, Alumnus UNHAS


1 komentar:

  1. rupanya tradisi budidaya kapas dah lama di bulukumba, pantasan thn 2000-an jd lokasi percontohan kapas transgenik monsanto corp.

    BalasHapus