Kebudayaan belum dianggap sebagai modal yang bernilai tinggi bagi masa depan rakyat. Usaha arkeologi menjembatani kebutuhan
pemerintah dan pemahaman segenap lapisan masyarakat Indonesia masih ketinggalan
jauh dari negara-negara maju, bahkan dari beberapa negara berkembang di Asia
Tenggara seperti Thailand dan Malaysia. Pemikiran, cara kerja, dan data-data baru
yang tumbuh subur pada dunia arkeologi Indonesia masih lebih banyak bergerak di
sekitar “lingkar dalam” para akademisi, peneliti, dan praktisi arkeologi.
Persentuhan langsung, kerja arkeologi dengan dunia praktis kepariwisataan sejak tahun 2000 juga masih mencari bentuk. Prinsip-prinsip pokok untuk “menjual” atau mempromosikan aset arkeologi untuk pariwisata terus diperdebatkan. Maka di samping sulit mempriktekkannya, sesungguhnya wisata arkeologi menuntut kerja-kerja serta usaha-usaha mediasi untuk mencapai tingkat pemahaman yang memadai dari segenap lapisan masyarakat itu.
Meskipun secara tradisional
posisi Arkeologi Indonesia sudah diketahui sarat dengan potensi masa lalu yang unik
dan mahal, namun usaha mediasi itu masih mengalami banyak kesulitan dan hambatan
dari pemilik kebudayaan sendiri, justru ketika kebutuhan masyarakat moderen
akan “jalan balik” makin meningkat lewat pelancongan ke kawasan situs purba dan
klasik.Persentuhan langsung, kerja arkeologi dengan dunia praktis kepariwisataan sejak tahun 2000 juga masih mencari bentuk. Prinsip-prinsip pokok untuk “menjual” atau mempromosikan aset arkeologi untuk pariwisata terus diperdebatkan. Maka di samping sulit mempriktekkannya, sesungguhnya wisata arkeologi menuntut kerja-kerja serta usaha-usaha mediasi untuk mencapai tingkat pemahaman yang memadai dari segenap lapisan masyarakat itu.
Karangan yang khusus dikumpulkan redaksi Jurnal Arkeologi
Walennae Balai Arkeologi Makassar ini memperlihatkan pentingnya peran
penelitian dalam pengembangan kepariwisataan. Pemikiran pembangunan, kebangsaan
dan kerakyatan dalam arkeologi Indonesia sangat berguna untuk melihat
perkembangan pengetahuan manusia, menumbuhkan sikap kritis terhadap
nasionalisme dan dominasi negara terhadap hak-hak budaya. Pada dasarnya, buku
ini mengajak pembaca melihat benang merah, arkeologi dan pariwisata serta
menelusuri butir-butir pemikiran akademik, arkeologis, sosiologis, sampai
tujuan praksisnya. (Dg. Situju)
Sumber:
Cover buku Memediasi Masa Lalu: Spektrum Pariwisata dan Arkeologi, LEPHAS, 2001)
Penulis M. Irfan Mahmud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar