Kamis, 17 Maret 2016

MEMBANGUN VISI STRATEGIS 2025

Wacana kerarkeologian dipandang masih berpusar di dalam ruang-ruang kuliah, di sekitar 10 perguruan tinggi di Indonesia. Studi arkeologi hanya diminati oleh kalangan tertentu, terutama para peneliti dan arkeolog. Dan, hasil-hasil penelitiannya lebih banyak tersimpan di dalam rak-rak perpustakaan, dan laboratorium lembaga penelitian arkeologi. Aspek pengembangan dan pemanfaatan hasil penelitian arkeologi masih sangat terbatas, dan polanya berulang dari waktu ke waktu. Hal ini membuat para peneliti, pengajar, juga mahasiswa merasa pesimis menatap masa depan arkeologi di Indonesia.
Begitu pengakuan salah seorang peserta Workshop Perencanaan Strategis Balai Arkeologi Sulawesi Selatan. Acara ini berlangsung di kantor BALAR Sulsel, jalan Pajjaiyang Sudiang. Sebanyak 40 peserta yang terdiri dari unsur pemerintah daerah propinsi dan kota Makassar, balai cagar budaya, dinas pendidikan, dinas pariwisata, universitas (Unhas, Unhalu), guru sekolah (SD, SMP, SMA), aktivis LSM dan mahasiwa, mengikuti acara ini dari pagi hingga jelang maghrib. Peserta sangat antusias mendiskusikan dan merumuskan skenario masa depan penelitian arkeologi.
Workshop dipandu oleh dua fasilitator dari Lembaga Riset dan Konsultan Sulisa Matra Bangsa. Selama dua hari penuh, fasilitator memandu rangkaian proses ‘scenario building’, hingga peserta yang merupakan stake-holder BALAR Sulsel menghasilkan rumusan visi kolektif beserta program strategis 2025. Rangkaian diskusi kelompok terfokus (FGD) berlangsung empat sesi. Setiap tahapan FGD menggunakan Tools 4-D Cycle yang diambil dari metode Appreciative Inquiry for Change Management (Sarah Lewis dkk, 2008). Prinsip utama dalam Appreciative Inquiry adalah berpikir positif, bersikap optimis, dan memulai diskusi dari pengalaman terbaik (best practices) dalam mengapresiasi persoalan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar